Kejang,
baik yang disertai demam atau tidak, dapat berdampak fatal. Itulah
penyebab, sesudah memberi pertolongan pertama, bawa selekasnya si kecil
ke rumah sakit.
Kejang
sendiri terjadi disebabkan adanya kontraksi otot yang terlalu berlebih
kurun waktu tertentu tanpa dapat dikendalikan.
Satu diantara penyebab
terjadinya kejang demam yakni tingginya suhu tubuh anak. Munculnya
kejang yang dibarengi demam ini diistilahkan sebagai kejang demam
(convalsio febrillis) atau stuip/step.
Masalahnya,
toleransi masing-masing anak pada demam sangat bervariasi. Pada anak
yang toleransinya rendah, jadi demam pada suhu tubuh 38 C juga telah
dapat membuatnya kejang. Sesaat pada anak-anak yang toleransinya normal,
kejang baru dihadapi jika suhu tubuh telah mencapai 39 C atau lebih.
Untuk mencegah beberapa hal yg
tidak diinginkan, dianjurkan supaya orangtua sesegera mungkin berikan
pertolongan pertama begitu tahu si kecil alami kejang demam.
Kemudian, janganlah tunggu waktu
lagi bawa segera si kecil ke dokter atau klinik terdekat. Janganlah
terpaku hanya pada lamanya kejang, entah hanya beberapa detik atau
sekian menit.
Dengan begitu, si kecil bakal memperoleh penanganan
selanjutnya yang tepat dari beberapa ahli. Umumnya dokter akan memberi
obat penurun panas, sekaligus membekali obat untuk menangani kejang
serta antikejang.
“Sebagai pertolongan pertama, tidak usah membawanya
langsung ke rumah sakit lengkap yang letaknya relatif lebih jauh karena
bisa-bisa si kecil mendapat resiko yang lebih berbahaya disebabkan
lambat memperoleh pertolongan pertama. ”
Diluar itu, bila kejang demam tak
selekasnya mendapat penanganan semestinya, si kecil juga terancam akan
terkena retardasi mental. Pasalnya, kejang demam dapat menyebabkan
rusaknya beberapa sel otak anak.
Jadi, bila kejang itu berjalan dalam
jangka waktu yang lama, jadi kemungkinan beberapa sel yang rusak juga
bakal makin banyak. Bukanlah mustahil tingkat kecerdasan anak bakal
alami penurunan drastis dan tak dapat lagi berkembang secara maksimal.
Bahkan sebagian masalah kejang
demam dapat mengakibatkan epilepsi pada anak.
Yang tidak kalah penting,
demikian anaknya terkena kejang demam, orangtua juga harus ekstra
hati-hati. Soalnya, dalam setahun pertama sesudah kejadian, kejang
serupa atau jadi yang lebih hebat berpeluang terulang kembali.
Untuk menghadapinya, sediakanlah
obat penurun panas dan obat antikejang yang sudah diresep-kan dokter
anak. Walau begitu, orang tua janganlah kelewat khawatir.
Lantaran
dengan perlakuan yang tepat dan segera, kejang demam yang berjalan
beberapa waktu biasanya tidak menyebabkan masalah fungsi otak.
CIRI-CIRI KEJANG
Sudah pasti dalam hal semacam ini
orangtua mesti dapat membaca tanda-tanda seseorang anak yang terkena
kejang demam. Salah satunya :
ke-2 kaki dan tangan kaku
dibarengi beberapa gerakan kejut yang kuat serta kejang-kejang selama 5
menit. bola mata berbalik ke atas
gigi terkatup
muntah
tidak jarang si anak berhenti napas sejenak.
pada beberapa masalah tak dapat mengontrol pengeluaran buang air besar/kecil
pada kasus berat, si kecil kerap
tidak sadarkan diri. Mengenai intensitas saat kejang juga sangatlah
bervariasi, dari beberapa detik hingga puluhan menit.
TIPS ATASI KEJANG DEMAM
Berikut sebagian penjelasan
perihal kejang dan demam pada anak : .
Suhu tubuh normal anak sekitar
pada 36-37 C. Si kecil dinyatakan demam apabila temperatur tubuhnya yang
diukur melalui mulut/telinga menunjukkan angka 37, 8 C ; melalui rektum
38 C, dan 37, 2 C melalui ketiak. Sebelum makin tinggi, selekasnya beri
obat penurun panas. .
Orangtua janganlah begitu mudah
mengatakan seseorang anak demam atau bukan sekedar dengan menempelkan
punggung tangannya di dahi anak. Langkah tersebut jelas tak akurat
lantaran sangat di pengaruhi oleh kepekaan dan suhu tubuh orangtua
sendiri.
Termometer air raksa diyakini
adalah langkah yang paling pas untuk mengukur suhu tubuh. Pengukuran
suhu tubuh bakal lebih akurat apabila termometer itu diletakkan di
rongga mulut atau rektum/anus dibanding ketiak.
Saat hadapi si kecil yang tengah
kejang demam, sebisa-bisanya coba berlaku tenang. Sikap panik cuma bakal
membuat kita tidak tahu mesti berbuat apa yang mungkin saja bakal bikin
penderitaan anak lebih parah.
Jangan gunakan alkohol atau air
dingin untuk menurunkan suhu tubuh anak yang sedang demam. Penggunaan
alkohol amat berpeluang menyebabkan iritasi pada mata dan
intoksikasi/keracunan.
Lebih aman gunakan kompres air
biasa yang diletakkan di dahi, ketiak, dan lipatan paha. Kompres ini
bertujuan menurunkan suhu di permukaan tubuh. Turunnya suhu ini
diharapkan terjadi karena panas tubuh digunakan untuk menguapkan air
pada kain kompres. Penurunan suhu yang drastis justru tidak disarankan.
Jangan coba-coba memberikan
aspirin atau jenis obat lainnya yang mengandung salisilat karena diduga
dapat memicu sindroma Reye, sejenis penyakit yang tergolong langka dan
mempengaruhi kerja lever, darah, dan otak.
Setelah anak benar-benar sadar,
bujuklah ia untuk banyak minum dan makan makanan berkuah atau
buah-buahan yang banyak mengandung air. Bisa berupa jus, susu, teh, dan
minuman lainnya. Dengan demikian, cairan tubuh yang menguap akibat suhu
tinggi bisa cepat tergantikan.
Jangan selimuti si kecil dengan
selimut tebal. Selimut dan pakaian tebal dan tertutup justru akan
meningkatkan suhu tubuh dan menghalangi penguapan. Pakaian ketat atau
yang mengikat terlalu kencang sebaiknya ditanggalkan saja.
YANG BISA DILAKUKAN ORANG TUA
Segera beri obat penurun panas begitu suhu tubuh anak melewati angka 37,5 C.
Kompres dengan lap hangat (yang
suhunya kurang lebih sama dengan suhu badan si kecil). Jangan kompres
dengan air dingin, karena dapat menyebabkan “korsleting”/benturan kuat
di otak antara suhu panas tubuh si kecil dengan kompres dingin tadi.
Agar si kecil tidak cedera,
pindahkan benda-benda keras atau tajam yang berada dekat anak. . Tak
perlu menahan mulut si kecil agar tetap terbuka dengan
mengganjal/menggigitkan sesuatu di antara giginya. .
Miringkan posisi
tubuh si kecil agar penderita tidak menelan cairan muntahnya sendiri
yang bisa mengganggu pernapasannya.
Jangan memberi minuman/makanan segera setelah berhenti kejang karena hanya akan berpeluang membuat anak tersedak.
KEJANG TANPA DEMAM
Penyebabnya bermacam-macam. Yang
penting, jangan sampai berulang dan berlangsung lama karena dapat
merusak sel-sel otak. Menurut dr. Merry C. Siboro, Sp.A, dari RS Metro
Medical Centre, Jakarta, kejang adalah kontraksi otot yang berlebihan di
luar kehendak.
“Kejang-kejang kemungkinan bisa terjadi bila suhu badan bayi atau anak terlalu tinggi atau bisa juga tanpa disertai demam.”
Kejang yang disertai demam disebut
kejang demam (convalsio febrilis). Biasanya disebabkan adanya suatu
penyakit dalam tubuh si kecil.
Misal, demam tinggi akibat infeksi
saluran pernapasan, radang telinga, infeksi saluran cerna, dan infeksi
saluran kemih. Sedangkan kejang tanpa demam adalah kejang yang tak
disertai demam. Juga banyak terjadi pada anak-anak.
BISA DIALAMI SEMUA ANAK
Kondisi kejang umum tampak dari
badan yang menjadi kaku dan bola mata berbalik ke atas. Kondisi ini
biasa disebut step atau kejang toniklonik (kejet-kejet). Kejang tanpa
demam bisa dialami semua anak balita. Bahkan juga bayi baru lahir.
Umumnya karena ada kelainan bawaan
yang mengganggu fungsi otak sehingga dapat menyebabkan timbulnya
bangkitan kejang.
Bisa juga akibat trauma lahir, adanya infeksi-infeksi
pada saat-saat terakhir lahir, proses kelahiran yang susah sehingga
sebagian oksigen tak masuk ke otak, atau menderita kepala besar atau
kecil.
Bayi yang lahir dengan berat di
atas 4.000 gram bisa juga berisiko mengalami kejang tanpa demam pada
saat melalui masa neonatusnya (28 hari sesudah dilahirkan).
“Ini biasanya disebabkan adanya
riwayat ibu menderita diabetes, sehingga anaknya mengalami hipoglemi
(ganggguan gula dalam darah). Dengan demikian, enggak demam pun, dia
bisa kejang.”
”
Uniknya, bayi prematur justru jarang sekali menderita kejang.
“Penderitanya lebih banyak bayi yang cukup bulan. Diduga karena sistem
sarafnya sudah sempurna sehingga lebih rentan dibandingkan bayi prematur
yang memang belum sempurna.”
JANGAN SAMPAI TERULANG
Penting diperhatikan, bila anak
pernah kejang, ada kemungkinan dia bisa kejang lagi. Padahal, kejang tak
boleh dibiarkan berulang selain juga tak boleh berlangsung lama atau
lebih dari 5 menit. Bila terjadi dapat membahayakan anak.
Masalahnya, setiap kali kejang
anak mengalami asfiksi atau kekurangan oksigen dalam darah. “Setiap
menit, kejang bisa mengakibatkan kerusakan sel-sel pada otak, karena
terhambatnya aliran oksigen ke otak.
Bayangkan apa yang terjadi bila
anak bolak-balik kejang, berapa ribu sel yang bakal rusak? Tak adanya
aliran oksigen ke otak ini bisa menyebakan sebagian sel-sel otak
mengalami kerusakan.
”Kerusakan di otak ini dapat
menyebabkan epilepsi, kelumpuhan, bahkan retardasi mental. Oleh
karenanya, pada anak yang pernah kejang atau berbakat kejang, hendaknya
orang tua terus memantau agar jangan terjadi kejang berulang.
DIMONITOR TIGA TAHUN
Risiko berulangnya kejang pada
anak-anak, umumnya tergantung pada jenis kejang serta ada atau tidaknya
kelainan neurologis berdasarkan hasil EEG (elektroensefalografi).
Di
antara bayi yang mengalami kejang neonatal (tanpa demam), akan terjadi
bangkitan tanpa demam dalam 7 tahun pertama pada 25% kasus. Tujuh puluh
lima persen di antara bayi yang mengalami bangkitan kejang tersebut akan
menjadi epilepsi.
Harus diusahakan, dalam tiga tahun sesudah kejang pertama, jangan ada kejang berikut.
Dokter akan mengawasi selama tiga
tahun sesudahnya, setelah kejang pertama datang. Bila dalam tiga tahun
itu tak ada kejang lagi,
meski cuma dalam beberapa detik, maka untuk
selanjutnya anak tersebut mempunyai prognosis baik.Artinya, tak terjadi
kelainan neurologis dan mental.
Tapi, bagaimana jika setelah
diobati, ternyata di tahun kedua terjadi kejang lagi? “Hitungannya harus
dimulai lagi dari tahun pertama.
”Pokoknya, jangka waktu yang dianggap
aman untuk monitoring adalah selama tiga tahun setelah kejang.
Jadi, selama tiga tahun setelah
kejang pertama itu, si anak harus bebas kejang. Anak-anak yang bebas
kejang selama tiga tahun itu dan sesudahnya, umumnya akan baik dan
sembuh.
Kecuali pada anak-anak yang memang sejak lahir sudah memiliki
kelainan bawaan, semisal kepala kecil (mikrosefali) atau kepala besar
(makrosefali), serta jika ada tumor di otak.
RAGAM PENYEBAB
“Kejang tanpa demam bisa berasal
dari kelainan di otak, bukan berasal dari otak, atau faktor keturunan,”
penjabarannya satu per satu di bawah ini.
* Kelainan neurologis Setiap penyakit atau kelainan yang mengganggu fungsi otak bisa menimbulkan bangkitan kejang.
Contoh, akibat trauma lahir,
trauma kepala, tumor otak, radang otak, perdarahan di otak, atau
kekurangan oksigen dalam jaringan otak (hipoksia).
* Bukan neurologis Bisa disebabkan
gangguan elektrolit darah akibat muntah dan diare, gula darah rendah
akibat sakit yang lama, kurang asupan makanan, kejang lama yang
disebabkan epilepsi, gangguan metabolisme, gangguan peredaran darah,
keracunan obat/zat kimia, alergi dan cacat bawaan.
* Faktor keturunan Kejang akibat
penyakit lain seperti epilepsi biasanya berasal dari keluarga yang
memiliki riwayat kejang demam sama.
Orang tua yang pernah mengalami
kejang sewaktu kecil sebaiknya waspada karena anaknya berisiko tinggi
mengalami kejang yang sama.
WASPADAI DI BAWAH 6 BULAN
Orang tua harus waspada bila anak
sering kejang tanpa demam, terutama di bawah usia 6 bulan, Karena
kemungkinannya untuk menderita epilepsi besar.
Masalahnya, kejang pada anak di
bawah 6 bulan, terutama pada masa neonatal itu bersifat khas. “Bukan
hanya seperti toniklonik yang selama ini kita kenal, tapi juga dalam
bentuk gerakan-gerakan lain.
Misal, matanya juling ke atas lalu
bergerak-gerak, bibirnya kedutan atau tangannya seperti tremor.
Dokter biasanya waspada, tapi
kalau kejangnya terjadi di rumah, biasanya jarang ibu yang ngeh.” Itulah
sebabnya, orang tua harus memperhatikan betul kondisi bayinya.
MENOLONG ANAK KEJANG
Jangan panik, segera longgarkan
pakaiannya dan lepas atau buang semua yang menghambat saluran
pernapasannya. Jadi kalau sedang makan tiba-tiba anak kejang, atau ada
sesuatu di mulutnya saat kejang, segera keluarkan.
Miringkan tubuh anak karena
umumnya anak yang sedang kejang mengeluarkan cairan-cairan dari
mulutnya.
“Ini sebetulnya air liur yang banyak jumlahnya karena saraf
yang mengatur kelenjar air liur tak terkontrol lagi. Kalau sedang
kejang, kan, saraf pusatnya terganggu. Bukan cuma air liur, air mata pun
bisa keluar.” Guna memiringkan tubuh adalah supaya cairan-cairan ini
langsung keluar, tidak menetap di mulut yang malah berisiko menyumbat
saluran napas dan memperparah keadaan.
Jangan mudah percaya bahwa
meminumkan kopi pada anak yang sedang kejang bisa langsung menghentikan
kejang tersebut. “Secara medis, kopi tak berguna untuk mengatasi kejang.
Kopi justru dapat menyebabkan tersumbatnya pernapasan bila diberikan
saat anak mengalami kejang, yang malah bisa menyebabkan kematian.”
Segera bawa anak ke rumah sakit
terdekat, jangan sampai otak kelamaan tak mendapat oksigen. “Usahakan
lama kejang tak lebih dari tiga menit. Siapkan obat antikejang yang
disarankan dokter bila anak memang pernah kejang atau punya riwayat
kejang.”
PENATALAKSANAAN
Penatalaksaan kejang meliputi :
1. Penanganan saat kejang*
Menghentikan kejang : Diazepam dosis awal 0,3 – 0,5 mg/kgBB/dosis IV
(Suntikan Intra Vena) (perlahan-lahan) atau 0,4-0,6mg/KgBB/dosis REKTAL
SUPPOSITORIA. Bila kejang belum dapat teratasi dapat diulang dengan
dosis yang sama 20 menit kemudian.
* Turunkan demam :
Anti Piretika : Paracetamol 10 mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) diberikan 3-4 kali sehari.
Kompres ; suhu >39º C dengan air hangat, suhu > 38º C dengan air biasa.
* Pengobatan penyebab : antibiotika diberikan sesuai indikasi dengan penyakit dasarnya.
* Penanganan sportif lainnya
meliputi : bebaskan jalan nafas, pemberian oksigen, memberikan
keseimbangan air dan elektrolit, pertimbangkan keseimbangan tekanan
darah.
2. Pencegahan Kejang* Pencegahan
berkala (intermiten) untuk kejang demam sederhana dengan Diazepam 0,3
mg/KgBB/dosis PO (Per Oral / lewat mulut) dan anti piretika pada saat
anak menderita penyakit yang disertai demam.
* Pencegahan kontinu untuk kejang
demam komplikata dengan Asam vaproat 15-40 mg/KgBB/dosis PO (per oral /
lewat mulut) dibagi dalam 2-3 dosis.
ANAK EPILEPSI HARUS KONTROL SETIAP 3 BULAN
Mereka yang berisiko menderita
epilepsi adalah anak-anak yang lahir dari keluarga yang mempunyai
riwayat epilepsi. Selain juga anak-anak dengan kelainan neurologis
sebelum kejang pertama datang, baik dengan atau tanpa demam.
Anak yang sering kejang memang
berpotensi menderita epilepsi.
Tapi jangan khawatir, anak yang menderita
epilepsi, kecuali yang lahir dengan kelainan atau gangguan pertumbuhan,
bisa tumbuh dan berkembang seperti anak-anak lainnya. Prestasi belajar
mereka tidak kalah dengan anak yang normal.
Jadi, kita tak perlu mengucilkan
anak epilepsi karena dia bisa berkembang normal seperti anak-anak
lainnya. “Yang penting, ia tertangani dengan baik.
Biasanya kalau anak
itu sering kejang, dokter akan memberi obat yang bisa menjaganya supaya
jangan sampai kejang lagi.
Pada anak epilepsi, fokus
perawatannya adalah jangan sampai terjadi kejang lagi. Untuk itu, perlu
kontrol, paling tidak setiap 3 bulan agar monitoring dari dokter
berjalan terus.”a