MUSLIM WAJIB TAHU...!!! Inilah 11 Amalan Dapat Jaminan Rumah di Surga...
Ini ada beberapa amalan sederhana yang
bila diamalkan akan dibangunkan rumah atau istana di surga.
Amalan-amalan tersebut adalah:
Pertama: Membangun masjid dengan ikhlas karena Allah
Dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ كَمَفْحَصِ قَطَاةٍ أَوْ أَصْغَرَ بَنَى اللَّهُ لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ
“Siapa
yang membangun masjid karena Allah walaupun hanya selubang tempat
burung bertelur atau lebih kecil, maka Allah bangunkan baginya (rumah)
seperti itu pula di surga.” (HR. Ibnu Majah, no. 738. Al-Hafizh Abu
Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih)
Mafhash
qathaah dalam hadits artinya lubang yang dipakai burung menaruh
telurnya dan menderum di tempat tesebut. Dan qathah adalah sejenis
burung.
Hadits
tentang keutamaan membangun masjid juga disebutkan dari hadits ‘Utsman
bin ‘Affan. Di masa Utsman yaitu tahun 30 Hijriyah hingga khilafah
beliau berakhir karena terbunuhnya beliau, dibangunlah masjid
Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam. Utsman katakan pada mereka yang
membangun sebagai bentuk pengingkaran bahwa mereka terlalu
bermegah-megahan. Lalu Utsman membawakan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi
wa sallam,
مَنْ بَنَى مَسْجِدًا لِلَّهِ بَنَى اللَّهُ لَهُ فِى الْجَنَّةِ مِثْلَهُ
“Siapa
yang membangun masjid karena Allah, maka Allah akan membangun baginya
semisal itu di surga.” (HR. Bukhari, no. 450; Muslim, no. 533).
Kata Imam Nawawi rahimahullah, maksud akan dibangun baginya semisal itu di surga ada dua tafsiran:
1-
Allah akan membangunkan semisal itu dengan bangunan yang disebut bait
(rumah).
Namun sifatnya dalam hal luasnya dan lainnya, tentu punya
keutamaan tersendiri. Bangunan di surga tentu tidak pernah dilihat oleh
mata, tak pernah didengar oleh telinga, dan tak pernah terbetik dalam
hati akan indahnya.
2-
Keutamaan bangunan yang diperoleh di surga dibanding dengan rumah di
surga lainnya adalah seperti keutamaan masjid di dunia dibanding dengan
rumah-rumah di dunia. (Syarh Shahih Muslim, 5: 14)
Kedua: Membaca surat Al-Ikhlas sepuluh kali
Dari Mu’adz bin Anas Al-Juhaniy radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ قَرَأَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ) حَتَّى يَخْتِمَهَا عَشْرَ مَرَّاتٍ بَنَى اللَّهُ لَهُ قَصْراً فِى الْجَنَّةِ
“Siapa
yang membaca qul huwallahu ahad sampai ia merampungkannya (surat
Al-Ikhlas, pen.) sebanyak sepuluh kali, maka akan dibangunkan baginya
rumah di surga.” (HR. Ahmad, 3: 437. Syaikh Al-Albani dalamAsh-Shahihah
mengatakan bahwa hadits ini hasan dengan berbagai penguat)
Ketiga: Mengerjakan shalat dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat raka’at
Dari Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى الضُّحَى أَرْبَعًا، وَقَبْلَ الأُولَى أَرْبَعًا بنيَ لَهُ بِهَا بَيْتٌ فِي الْجَنَّةِ
“Siapa
yang shalat Dhuha empat raka’at dan shalat sebelum Zhuhur empat
raka’at, maka dibangunkan baginya rumah di surga.” (HR. Ath-Thabrani
dalam Al-Awsath. Dalam Ash-Shahihah no. 2349 disebutkan oleh Syaikh
Al-Albani bahwa hadits ini hasan)
Keempat: Mengerjakan 12 raka’at shalat rawatib dalam sehari
Dari Ummu Habibah –istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam-, Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ صَلَّى اثْنَتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً فِى يَوْمٍ وَلَيْلَةٍ بُنِىَ لَهُ بِهِنَّ بَيْتٌ فِى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa
mengerjakan shalat sunnah dalam sehari-semalam sebanyak 12 raka’at,
maka karena sebab amalan tersebut, ia akan dibangun sebuah rumah di
surga.” (HR. Muslim, no. 728)
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ
ثَابَرَ عَلَى ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً مِنَ السُّنَّةِ بَنَى اللَّهُ
لَهُ بَيْتًا فِى الْجَنَّةِ أَرْبَعِ رَكَعَاتٍ قَبْلَ الظُّهْرِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَهَا وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْمَغْرِبِ
وَرَكْعَتَيْنِ بَعْدَ الْعِشَاءِ وَرَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Barangsiapa
merutinkan shalat sunnah dua belas raka’at dalam sehari, maka Allah
akan membangunkan bagi dia sebuah rumah di surga. Dua belas raka’at
tersebut adalah empat raka’at sebelum zhuhur, dua raka’at sesudah
zhuhur, dua raka’at sesudah maghrib, dua raka’at sesudah ‘Isya, dan dua
raka’at sebelum shubuh.” (HR. Tirmidzi, no. 414; Ibnu Majah, no. 1140;
An-Nasa’i, no. 1795. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa hadits ini
hasan)
Kelima: Meninggalkan perdebatan
Keenam: Meninggalkan dusta
Ketujuh: Berakhlak mulia
Dari Abu Umamah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا
زَعِيمٌ بِبَيْتٍ فِى رَبَضِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْمِرَاءَ وَإِنْ
كَانَ مُحِقًّا وَبِبَيْتٍ فِى وَسَطِ الْجَنَّةِ لِمَنْ تَرَكَ الْكَذِبَ
وَإِنْ كَانَ مَازِحًا وَبِبَيْتٍ فِى
أَعْلَى الْجَنَّةِ لِمَنْ حَسَّنَ
خُلُقَهُ
“Aku
memberikan jaminan rumah di pinggiran surga bagi orang yang
meninggalkan perdebatan walaupun dia orang yang benar.
Aku memberikan
jaminan rumah di tengah surga bagi orang yang meninggalkan kedustaan
walaupun dalam bentuk candaan. Aku memberikan jaminan rumah di surga
yang tinggi bagi orang yang bagus akhlaknya.” (HR. Abu Daud, no. 4800.
Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits ini hasan)
Kedelapan: Mengucapkan alhamdulillah dan istirja’ (inna ilaihi wa innaa ilaihi raaji’’un) ketika anak kita wafat
Dari Abu Musa Al-Asy’ari radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِذَا
مَاتَ وَلَدُ الْعَبْدِ قَالَ اللَّهُ لِمَلاَئِكَتِهِ قَبَضْتُمْ وَلَدَ
عَبْدِى. فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ قَبَضْتُمْ ثَمَرَةَ فُؤَادِهِ.
فَيَقُولُونَ نَعَمْ. فَيَقُولُ مَاذَا قَالَ عَبْدِى
فَيَقُولُونَ
حَمِدَكَ وَاسْتَرْجَعَ. فَيَقُولُ اللَّهُ ابْنُوا لِعَبْدِى بَيْتًا فِى
الْجَنَّةِ وَسَمُّوهُ بَيْتَ الْحَمْدِ
“Apabila
anak seorang hamba meninggal dunia, Allah berfirman kepada
malaikat-Nya, “Kalian telah mencabut nyawa anak hamba-Ku?” Mereka
berkata, “Benar.” Allah berfirman, “Kalian telah mencabut nyawa buah
hatinya?” Mereka menjawab, “Benar.
” Allah berfirman, “Apa yang diucapkan
oleh hamba-Ku saat itu?” Mereka berkata, “Ia memujimu dan mengucapkan
istirja’ (innaa lilaahi wa innaa ilaihi raaji’uun).” Allah berfirman,
“Bangunkan untuk hamba-Ku di surga, dan namai ia dengan nama baitul
hamdi (rumah pujian).” (HR. Tirmidzi, no. 1021; Ahmad, 4: 415. Syaikh
Al-Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan).
Kesembilan: Membaca doa masuk pasar
Dari
Salim bin ‘Abdillah bin ‘Umar, dari bapaknya Ibnu ‘Umar, dari kakeknya
(‘Umar bin Al-Khattab), ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda,
مَنْ
دَخَلَ السُّوقَ فَقَالَ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيكُ
لَهُ لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ يُحْيِى وَيُمِيتُ وَهُوَ حَىٌّ لاَ
يَمُوتُ بِيَدِهِ الْخَيْرُ وَهُوَ عَلَى كُلِّ
شَىْءٍ قَدِيرٌ كَتَبَ
اللَّهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ
سَيِّئَةٍ وَرَفَعَ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ دَرَجَةٍ
“Siapa
yang masuk pasar lalu mengucapkan, “Laa ilaaha illallah wahdahu laa
syariika lahu, lahul mulku walahul hamdu yuhyii wayumiit wa huwa hayyun
laa yamuut biyadihil khoir wahuwa ‘alaa kulli syain qodiir (tidak ada
sesembahan yang berhak disembah selain Allah, tidak ada sekutu bagi-Nya.
Allah yang memiliki kekuasaan dan segala pujian untuk-Nya.” Allah akan
menuliskan untuknya sejuta kebaikan, menghapus darinya sejuta kejelekan,
mengangkat untuknya sejuta derajat, dan membangunkan untuknya sebuah
rumah di surga.” (HR. Tirmidzi, no. 3428. Al-Hafizh Abu Thahir
mengatakan bahwa sanad hadits ini dha’if).
Dalam riwayat lain disebutkan, dari Ibnu ‘Umar radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda,
مَنْ
دَخَلَ السُّوْقَ فَبَاعَ فِيْهَا وَاشْتَرَى ، فَقَالَ : لاَ إِلَه
َإِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ ، لَهُ الملْكُ ، وَلَهُ
الحَمْدُ ، يُحْيِي وَيُمِيْتُ ، وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ قَدِيْر ،
كَتَبَ اللهُ لَهُ أَلْفَ أَلْفِ حَسَنَةٍ ، وَمَحَا عَنْهُ أَلْفَ أَلْفِ
سَيِّئَةٍ ، وَبَنَى لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ
“Siapa
yang memasuki pasar lalu ia melakukan jual beli di dalamnya, lantas
mengucapkan: Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika lah, lahul mulku wa
lahul hamdu, yuhyi wa yumiit wa huwa ‘ala kulli syai’in qadir; maka
Allah akan mencatat baginya sejuta kebaikan, akan menghapus darinya
sejuta kejelekan dan akan membangunkan baginya rumah di surga.” (HR.
Al-Hakim dalam Mustadrak, 1: 722)
Meskipun
riwayatnya dha’if atau lemah namun karena kita diperintahkan berdzikir
ketika orang itu lalai seperti kala di pasar, maka dzikir di atas masih
boleh diamalkan. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata,
“إذا
تضمنت أحاديث الفضائل الضعيفة تقديراً وتحديداً ؛ مثل صلاة في وقت معين ،
بقراءة معينة ، أو على صفة معينة ؛ لم يجز ذلك – أي العمل بها – لأن
استحباب هذا الوصف المعين لم يثبت بدليل شرعي ، بخلاف ما لو روي فيه : (مَن
دخل السوق فقال : لا إله إلا الله كان له كذا وكذا) فإن ذكر الله في السوق
مستحب ، لما فيه من ذكر الله بين الغافلين ، فأما تقدير الثواب المروي فيه
فلا يضر ثبوته ولا عدم ثبوته
“Jika
suatu hadits yang menerangkan fadhilah atau keutamaan suatu amalan dari
sisi jumlah atau pembatasan tertentu seperti shalat di waktu tertentu,
membaca bacaan tertentu, atau ada tata cara tertentu, tidak boleh
diamalkan jika haditsnya berasal dari hadits dha’if. Karena menetapkan
tata cara yang khusus dalam ibadah haruslah ditetapkan dengan dalil.
Adapun
mengenai doa masuk pasar yaitu haditsnya berbunyi, siapa yang masuk
pasar lantas membaca laa ilaha illallah dan seterusnya, maka perlu
dipahami bahwa secara umum berdzikir ketika masuk pasar itu disunnahkan.
Karena kita diperintahkan berdzikir saat orang-orang itu lalai.
Besarnya pahala yang disebutkan dalam hadits tersebut (hingga disebutkan
sejuta, pen.) tidaklah menimbulkan problema ketika bacaan tersebut
diamalkan, baik nantinya hadits tersebut dihukumi shahih ataukah tidak. ”
(Majmu’ Al-Fatawa, 18: 67)
Dalil umum yang memerintahkan kita banyak dzikir termasuk di pasar adalah hadits berikut.
Dari ‘Abdullah bin Busr, ia berkata,
جَاءَ
أَعْرَابِيَّانِ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَقَالَ
أَحَدُهُمَا يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ خَيْرٌ قَالَ « مَنْ طَالَ
عُمُرُهُ وَحَسُنَ عَمَلُهُ ». وَقَالَ الآخَرُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنَّ
شَرَائِعَ الإِسْلاَمِ قَدْ كَثُرَتْ عَلَىَّ فَمُرْنِى بِأَمْرٍ
أَتَشَبَّثُ بِهِ. فَقَالَ لاَ يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْباً مِنْ ذِكْرِ
اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ
“Ada
dua orang Arab (badui) mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa
sallam, lantas salah satu dari mereka bertanya, “Wahai Rasulullah,
manusia bagaimanakah yang baik?” “Yang panjang umurnya dan baik
amalannya,” jawab beliau. Salah satunya lagi bertanya, “Wahai
Rasulullah, sesungguhnya syari’at Islam amat banyak.
Perintahkanlah
padaku suatu amalan yang bisa kubergantung padanya.” “Hendaklah lisanmu
selalu basah untuk berdzikir pada Allah,” jawab beliau. (HR. Ahmad 4:
188, sanad shahih kata Syaikh Syu’aib Al-Arnauth). Hadits ini
menunjukkan bahwa dzikir itu dilakukan setiap saat, bukan hanya di
masjid, sampai di sekitar orang-orang yang lalai dari dzikir, kita pun
diperintahkan untuk tetap berdzikir.
Abu
‘Ubaidah bin ‘Abdullah bin Mas’ud berkata, “Ketika hati seseorang terus
berdzikir pada Allah maka ia seperti berada dalam shalat. Jika ia
berada di pasar lalu ia menggerakkan kedua bibirnya untuk berdzikir,
maka itu lebih baik.” (Lihat Jami’ Al-‘Ulum wa Al-Hikam, 2: 524)
Kesepuluh: Menutup celah dalam shaf shalat
Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ سَدَّ فُرْجَةً بَنَى اللهُ لَهُ بَيْتًا فِي الجَنَّةِ وَرَفَعَهُ بِهَا دَرَجَةً
“Barang
siapa yang menutupi suatu celah (dalam shaf), niscaya Allah akan
mengangkat derajatnya karena hal tersebut dan akan dibangunkan untuknya
sebuah rumah di dalam surga.” (HR. Al-Muhamili dalam Al-Amali, 2: 36.
Disebutkan dalam Ash-Shahihah, no. 1892)
Kesebelas: Beriman pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
Dari Fadhalah bin ‘Ubaid radhiyallahu ‘anhu, ia mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَنَا
زَعِيمٌ وَالزَّعِيمُ الْحَمِيلُ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَهَاجَرَ
بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ وَأَنَا
زَعِيمٌ لِمَنْ آمَنَ بِي وَأَسْلَمَ وَجَاهَدَ فِي سَبِيلِ اللَّهِ
بِبَيْتٍ فِي رَبَضِ الْجَنَّةِ وَبِبَيْتٍ فِي وَسَطِ الْجَنَّةِ
وَبِبَيْتٍ فِي أَعْلَى غُرَفِ الْجَنَّةِ مَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَلَمْ
يَدَعْ لِلْخَيْرِ مَطْلَبًا وَلَا
مِنْ الشَّرِّ مَهْرَبًا يَمُوتُ حَيْثُ
شَاءَ أَنْ يَمُوتَ
“Aku
menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan berhijrah dengan
sebuah rumah di pinggir surga, di tengah surga, dan surga yang paling
tingggi. Aku menjamin orang yang beriman kepadaku, masuk islam dan
berjihad dengan rumah di pinggir surga, di tengah surga dan di surga
yang paling tinggi.
Barangsiapa yang melakukan itu, maka ia tidak
membiarkan satu pun kebaikan, dan ia lari dari setiap keburukan, ia pun
akan meninggal, di mana saja Allah kehendaki untuk meninggal.” (HR.
An-Nasa’i, no. 3135. Al-Hafizh Abu Thahir mengatakan bahwa sanad hadits
ini hasan)