Di
dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Abu
Dawud dan Imam an-Nasa’i Rahimahumullahu Ta’ala, Rasulullah Shallallahu
‘Alaihi Wa sallam bersabda, “Sungguh ada di antara cemburu yang disukai
Allah Ta’ala dan adapula cemburu yang dibenci-Nya.
Cemburu yang disukai Allah Ta’ala adalah kecemburuan yang disertai keragu-raguan. Sedangkan cemburu yang dibenci Allah Ta’ala adalah cemburu tanpa keraguan lagi.”
Wallahu a’lam.
Cemburu yang disukai Allah Ta’ala adalah kecemburuan yang disertai keragu-raguan. Sedangkan cemburu yang dibenci Allah Ta’ala adalah cemburu tanpa keraguan lagi.”
Ummul
Mukminin ‘Aisyah binti Abu Bakar ash-Shiddiq Radhiyallahu ‘anhuma
merupakan salah satu istri Nabi yang paling sering cemburu. Beliau
pernah merusak dandanan salah satu istri Nabi karena tidak mau ada sosok
yang lebih cantik dalam pandangan sang suami.
Beliau
pernah melaburkan tepung di wajah Ummul Mukminin Saudah binti Zum’ah,
padalah Ummu Saudah jauh lebih tua darinya. Namun sang Nabi justru
tertawa dan memerintahkan Ummu Saudah untuk membalas dengan melakukan
hal serupa.
Pernah
juga Ummu ‘Aisyah membanting piring ketika Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa
sallam tengah menerima tamu. Juga karena desakan rasa cemburu kepada
sang suami terbaik sepanjang sejarah umat manusia.
Apakah
semua tindakan ini berlebihan? Tidak! Sebab Nabi ada di sana dan beliau
menjadi penengah yang sangat elegan antara istri-istrinya. Apalagi jika
kita melihat riwayat-riwayat generasi kala itu, ada contoh kecemburuan
yang bisa dibilang sangat berlebihan oleh generasi kita, padahal
kecemburuan itu dibolehkan bahkan disunnahkan.
Dai
muda Salim A Fillah di dalam Bahagianya Merayakan Cinta menuturkan
kecemburuan salah satu sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam. Ialah
sahabat mulia Sa’ad bin Ubadah yang berkata, “Jika aku melihat seorang
laki-laki bersama istriku, tentu akan kupukul dengan pedang hingga ia
tidak bisa mengeluarkan suara lagi.”
Kemudian
kalimat Sa’ad bin Ubadah ini dilaporkan kepada Nabi Shallallahu ‘Alaihi
Wa sallam untuk diminta keterangannya. Apakah kalimat tersebut
dibolehkan, dianjurkan, atau termasuk dalam kategori berlebihan.
Ternyata,
sebagaimana diriwayatkan oleh Imam al-Bukhari dan Imam Muslim
Rahimahumallahu Ta’ala, Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa sallam justru
berkata, “Apakah kalian heran dengan perkataan Sa’ad? Demi Allah, aku
lebih cemburu daripada dia dan Allah Ta’ala lebih cemburu daripada aku!”
Mirisnya,
sifat ini telah hilang dari sebagian besar kaum Muslimin akhir zaman
ini. Tidak ada lagi rasa cemburu. Bahkan banyak kaum Muslimin yang
dengan santainya mengizinkan istrinya pergi dengan laki-laki lain atas
nama pekerjaan, tuntutan hidup, dan seterusnya.
Semoga Allah Ta’ala menjaga pasangan kita dari berbagai jenis peluang timbulnya godaan setan. Aamiin.