Jalantauhid - Puasa mewajibkan orang menahan diri dari segala
hal yang membatalkan seperti makan, minum, berhubungan suami istri, atau berperilaku buruk. Menahan diri dari semua itu begitu terasa dampaknya ketika tengah berjaga.
Tetapi, ada sebagian Muslim yang memilih tidur. Ini dimaksudkan agar ia kuat menahan diri dari pembatal puasa.
Lantas, bagaimana hukum orang berpuasa tetapi tidur sepanjang hari? Bukankah dampak puasa akan terasa jika sedang terjaga?
Dikutip dari islami.co, Syeikh Romli dan Nihayatul Muhtaj berpendapat, "Menurut pendapat yang shohih, tidur yang menghabiskan waktu sehari penuh itu tidak masalah secara syara’ (agama) karena ia tetap dinilai pihak yang kena khithab syara’. Lagi pula orang tidur itu akan terjaga bila dibangunkan. Karenanya, ia wajib mengqadha’ sembahyang yang luput sebab tidur, bukan luput sebab pingsan."
Pendapat ini dipertegas oleh murid Syeikh Romli, Syeikh Ali Syibromalisi. Dalam kitab Hasyiyahnya alan Nihayah, Syeikh Ali Syibromalisi menjelaskan yang bersangkutan tetap diberikan pahala atas puasanya.
Meski begitu, Allah SWT menebar rahmat sepanjang hari. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah demi meraih rahmat itu, yang tentu tidak dengan tidur.
Di samping itu, kewajiban untuk menjalani aktivitas sehari-hari masih melekat meski tengah menjalankan puasa. Seseorang tetap wajib pergi ke sawah, kantor untuk mencari nafkah, sekolah untuk pencari ilmu, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, puasa bukan alasan bagi seseorang untuk menurunkan tensi aktivitas keseharian. Hidup tidak semata mengejar pahala, melainkan juga memenuhi kewajiban sehari-hari.
hal yang membatalkan seperti makan, minum, berhubungan suami istri, atau berperilaku buruk. Menahan diri dari semua itu begitu terasa dampaknya ketika tengah berjaga.
Tetapi, ada sebagian Muslim yang memilih tidur. Ini dimaksudkan agar ia kuat menahan diri dari pembatal puasa.
Lantas, bagaimana hukum orang berpuasa tetapi tidur sepanjang hari? Bukankah dampak puasa akan terasa jika sedang terjaga?
Dikutip dari islami.co, Syeikh Romli dan Nihayatul Muhtaj berpendapat, "Menurut pendapat yang shohih, tidur yang menghabiskan waktu sehari penuh itu tidak masalah secara syara’ (agama) karena ia tetap dinilai pihak yang kena khithab syara’. Lagi pula orang tidur itu akan terjaga bila dibangunkan. Karenanya, ia wajib mengqadha’ sembahyang yang luput sebab tidur, bukan luput sebab pingsan."
Pendapat ini dipertegas oleh murid Syeikh Romli, Syeikh Ali Syibromalisi. Dalam kitab Hasyiyahnya alan Nihayah, Syeikh Ali Syibromalisi menjelaskan yang bersangkutan tetap diberikan pahala atas puasanya.
Meski begitu, Allah SWT menebar rahmat sepanjang hari. Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak ibadah demi meraih rahmat itu, yang tentu tidak dengan tidur.
Di samping itu, kewajiban untuk menjalani aktivitas sehari-hari masih melekat meski tengah menjalankan puasa. Seseorang tetap wajib pergi ke sawah, kantor untuk mencari nafkah, sekolah untuk pencari ilmu, dan lain sebagainya.
Dengan demikian, puasa bukan alasan bagi seseorang untuk menurunkan tensi aktivitas keseharian. Hidup tidak semata mengejar pahala, melainkan juga memenuhi kewajiban sehari-hari.